Saturday, December 15, 2007

Penggalan terakhir kisah kami


Catatan Sebelum Hujan Turun

Sepertinya banyak rencana-rencana kita yang batal. Mungkin saya tidak akan pernah sempat menikmati Kopi Joss di Tugu sana. Mungkin saya tidak akan pernah mencoba makan angkringan di jalan Timoho. Atau barangkali aku tak akan pernah menjejakkan kaki dan mencicipi makanan di Taman Kuliner. Menjilat lelehan kopi coklat di Toga Mas. Menikmati kecipak sungai –yang barangkali akan deras di musim hujan ini– sambil menikmati susu hangat di Kopi Plus.

Banyak rencana kita yang batal. Bukan musim hujan ini yang menghancurkan keinginan. Bukan. Kita mungkin tak akan pernah menikmati sore di Patehan, memandang Alun-alun Kidul yang ramai dan berisik suara-suara, kita mungkin tak akan pernah lagi menikmati makan dari kedai Laris yang nasinya menggunung itu, atau jus mangganya. Mungkin aku tak akan pernah berkunjung ke Goeboex lagi untuk menikmati secangkir kopi dan berceloteh banyak hal.

Kita mungkin tak akan benar-benar pernah lagi ke Bantul, memasuki rumah impian, seperti dulu. Melewati jembatan goyang, atau bersandar di batu-batu sambil menatap lembah di balik rerimbunan semak di areal perumahan di bukit berkapur itu. Atau, mungkin kita tidak akan akan pernah lagi ke Sewon, mengajak Tsabit keluar atau sekedar mengantarkan oleh-oleh buat amak.

Aku mungkin tak akan pernah lagi duduk di Garden, mengirim tulisan di warnet kampusmu, sambil menunggumu selesai kuliah. Kita tak akan pernah betul-betul jadi memancing dan menyantap hasil pancingan kita.

Kita mungkin… ah, kalau pun kau akan ke sana, menikmati suasana yang dulu itu, tentu saja kau tidaks edang bersamaku. Dan aku, kalau pun suatu waktu punya keberanian memasuki tempat-tempat yang kukenal dan tak kukenal itu, tentu akan menjadi rahasiaku saja. Pada siapa lagi aku bercerita jika bukan padamu?

Pasti, aku akan merindukan saat-saat di mana kau dating dengan kejutan-kejutan kecilmu\. Tentu aku akan merindukan saat-saat di mana kau menyandarkan kepalamu di bahu bungkukku. Atau ketika kau yang tak tahan untuk tak berbaring di pelukanku. Saat kita mempertengkarkan sesuatu, saat kita saling marah dan ngambeg, saat di mana kau dating dan mengajakku makan, saat di mana kau begitu peduli kepadaku. Aku akan merindukan matamu yang basah, merindukan tawamu yang riang, atau kebiasaan unikmu, kentut dan menudingku. Aku akan merindukan bongkahan asap rokok keluar dari mulutmu. Aku selalu akan merindukan wajah letihmu. Saat-saat manjamu, saat kita di suatu tempat. Saat..

Aku akan selalu merindukan itu. Mungkin sesekali kau juga akan mengingat hal yang sama.

“Kita harus saling melupakan.” Begitulah kalimatmu akhirnya. Kata-kata yang sudah beberapa kali sempat kau ucapkan. Kau tahu, utuk melakukannya, kurasa kita akan sama-sama kesulitan. Tetapi apalagi, setelah kita sama-sama sakit, setelah tidurku yang tak akan pernah bisa nyenyak ini. Kau benar, barangkali, inilah jalan satu-satunya. Kau tak bisa meninggalkan orang lain dan lingkungan yang selalu memberimu tempat ternyaman. Mungkin lebih baik kau kehilangan yang satu ini ketimbang kau kehilangan banyak.

Aku mencintaimu. Aku ingin memberi yag baik buatmu. Jika itu adalah membikin jarak dneganku, apa boleh buat? Aku tak tahan didustai dank au tak bisa dicurigai. Kita sama-sama keras kepala dan egois. Aku selalu merasa bodoh dan gampang tertipu ketika kau berbohong padaku. Kau merasa terancam dan diteror tiap kali aku curiga padamu. Apa boleh buat, kita sama-sama memiliki satu hal yang berbeda. Aku tak suka dibohongi, kau tak suka dicurigai. Dan kau tak bisa meninggalkan apa pun untukku. Tentu lebih ringan kehilangan satu ketimbang yang banyak itu.

Tapi bagiku, kehilanganmu adalah kehilangan segalanya. Kupikir kau juga sesekali merasa butuh.

Tapi begitulah hidup. Aku cengeng dan kau begitu tegas. Kupikir segalanya akan baik-baik saja. Ternyata kau mengingat lebih banyak kekuranganku ketimbang kelebihanku. Jadi maafkan aku.

Mungkin saja kita suatu waktu sedang menatap hujan yang sama, di tempat yang berbeda dnegan rasa yang lain pula. Sebab aku begitu mencintai hujan dan selalu ingin masuk di dalamnya. Sednagkau menyukai hujan sebentuk perayaan. Jangan-jangan bersamaku kau seperti sedan menimkmati hujan dan tak berniat masuk ke dalamku?

Aku menyayangimu. Maka aku harus merelakanmu pergi. Sebab kita tak bisa hidup melulu dalam sakit dan sakit. dan kau lebih memilih melupakan semua perihal tentang kita. melupakan hal-hal yang pernah kita lewati, hal-hal yang belum sempat kita lakukan, hal-hal yang masih menjadi impian, hal-hal yang barangkali belum tercatat.

tahun baru ini, seperti tahun-tahun lalu. aku sendiri dengan seluruh kerelaan yang kumiliki.

14 Desember 2007