Tuesday, January 29, 2008

Kawan Purwana


Mengenang Seorang Hilang: Purwana A. Syaputra

Sudah lama aku ingin menulis ini. entah kenapa aku selalu gagal menuliskannya. Bukan apa-apa sebenarnya, kadang rasa malas dan sesuatu yang lain membuatku menunda ini semua. Tak apa.
***
“Bagaimana perkawinan di tempatmu. Samakah dengan kasus Situ Nurbaya?” Begitu dia bertanya ketika kami pertama bertemu. Pertemuanku yang pertama dengannya, kunjunganku yang pertama pula ke Kutub, markasnya, pertama kali pula aku mengenal namanya: Purwana.

Kurasa aku tak harus menjawab itu. aku lebih sibuk memperhatikannya. Ia menggunakan kacamata yang lumayan tebal, penampilannya serius untuk orang seukurannya. Masih muda tentu saja. Di tangannya (tepatnya di pangkuannya) terdapat banyak buku yang antri minta dibaca. Ditenteng kemana saja.

Dia senang mengenal orang baru, cepat akrab dan blak-blakan, itu yanga ku tangkap darinya mula-mula. Pertemuan pertama itu telah diisi oleh obrolan kami yang sesekali dilarikannya ke topik serius. Sepertinya ia penyuka kebudayaan. Lalu dituturkannya, di tempat dia, Riau sana, orang-orang banyak menggunakan bahasaku. Bahasa Minang. Dia juga bisa, katanya. Dibuktikan dengan pertemuan kami berikut-berikutnya dia sering mengucapkan satu-dua patah bahasa kampungku.

Lalu kami cepat akrab. Mahwi (air Tawar) yang semula mengenalkan aku padanya, pemuda bernama Purwana ini dan Kutub khususnya. Di sana ada Gugun Al Ghuyonni (benar gak nih?), Ahmadun A.S, Anam Khairul Anam, Profesor, Ridwan dan lain-lain. hubunganku dengan Purwana semakin akrab. Ia orang yang suka menemani setiap langkah. Sejak itu di mana ada aku, Mahwi dan Muchlish, sepertinya Purwana juga ada. lalu kamis ering berkunjung ke kos Mahwi yang berada di dekat ring road Selatan. Ramai juga. dan Purwana mulai bercerita soal novelnya yang sedang dan akan digarap.

Begitulah, sesuai pergerakanw aktu kami ‘menggelandang ke Selatan’ ada Ibed di sana, ada Haris pula, ada Iming alias Muslimin. Buka angkringan sampai ia pindah ke Utara dan tak lama aku pun menyusulnya. Kuliah di kampus UIN.
***
Aku tak ingin menulis banyak hal. Aku hanya diserang kehilangan. Purwana yang suatu ketika menghilang dari kami, kawan-kawan Poetika yang sering dirisaukannya. Dia sering bercerita soal kegamangan, kekawatiran dan sebagainya pada Poetika dan kami khususnya. Dia tak salah juga, terbukti kami sempat ‘renggang’ dan melakukan kerja sendiri-sendiri. tetapi Purwana tak muncul-muncul. Juga di koan-koran.

Purwana Saputra namanya, Purwana A. Syaputra tepatnya. Tetapi dia juga enulis namanya dnegan Wanadi Wana Putra, Wanahadi dan sebagainya. Dari kabar yang kudengar dia masih berada di Yogya dan daerah yangs ama. Tapi betapa gagapnya akud an kawan-kawans etiap kali hendak melacak. Aku tak tahu, dia saedang bersembunyi, menghindari diri atau memang tak mau bertemun kami. Tetapi kami, kawan-kawannya tentu masih berharap dia menampakkan wajah dan menyapa kami seperti biasa, “Ye.. gimana, gimana…”

Kadang kami berfikir, suatu waktu kami bertemu dia saat karyanya sednag bicarakan orang, entah esai atau novelnya. Barangkali dalam pertapaannya ini dia sedang menggarap sebuah mahakarya dasyat di mana kami kelak hanya bisa menelan liur saja.

Dia menghilang, itu yang aku tahu. Buku-bukunya masih ada di kamarku, ak dans egala pemberiannya masih kuisimpan dnegan baik. Suatu waktu, aku yakin itu, dia akan datang lagi dan bercakap banyak peristiwa.

Kehilangannya, adalah kehilangan seorang kawan. Dan ak perlu mengenangnya.