Tuesday, July 29, 2008

tubuh api

tubuh api

tubuhku adalah api

yang berhadapan denganku

bertarung dengan matahari

diriku menyala-nyala

setiap peristiwa, setiap ingatan

terbakar di kepalaku yang sempit

dadaku telah lama hangus

tulang-tulangku adalah gugusan kayu api

darahku sumber kemarahan

yang terpancar di setiap kata dan tindakan

jika kau menatap mataku

kau akan terbakar oleh amarah

yang tercipta dengan sendirinya

sampai kau tak ada dalam diriku

tubuhku adalah api yang penuh marah;

jari-jari, kuku-kuku, rambut,

leher,cuping telinga, hidung, gigi dan lidah

anak-anak api yang menyambar-nyambar

kau yang bermain-main dengan korek dan minyak

bersiaplah untuk terbakar

tinggalkan aku sendirian

atau kau akan musnah bersama diriku

api ini adalah dendam

yang tersusun sedemikian rupa

betapa tipisnya batas antara rindu dan dendam

betapa dekatnya sayang dengan api

kau akan terbakar

setiap kali menatapku, kini

januari 2008

Wednesday, July 23, 2008

sajak jalan lapar

Jalan Lapar


aku tumbuh dari rasa lapar

serupa jalan, menelan apa saja

dan tak pernah memulangkannya


apakah aku yang semakin tumbuh besar

ataukah jalan ini yang semakin tua

dan kurus, hingga belokan dan tikungan

bukan lagi rahasia tersembunyi?


kelaparan memulangkanku ke pangkal jalan

aku merasakan tubuhku kuyup

kehilangan. begitu banyak yang diambil dariku

dan tak pernah dipulangkan

kenangan, pohon-pohon tinggi

yang menutup beranda serupa belantara

tempat sembunyi para bocah

dari kehilangan dan keberangkatan

2007

pulang kampung

Pulang Kampung

aku tertidur seperti tenggelam
dalam pusara ingatan
segalanya seperti dibangkitkan
cenayang dan jin laut
serupa tenung, menghapus segala kenang

di sini karang sudah lama padam
dan laut serupa silsilah
terus menukik dan menghantam apa saja
ingatanku tumbuh
seperti batang jati
di petak ladang yang hilang jalan

dalam tidur kutemukan
wajah-wajah tak kukenal
dalam kecemasan yang sama
mereka menghitung dunia dari dalam
dompet mereka yang robek
tangan mereka hitam oleh getah gambir
yang sepanjang hari mereka akrabi liat licinnya
keringat mereka seperti hujan di dadaku
lalu tumbuh sebatang jagung dengan
malas dan malu-malu
mereka menatapku dengan asing
dan kesunyian yang dalam
di mata mereka tumbuh lampu-lampu
dan bendera asing, lalu bermunculan
banyak iklan; motor, celana-baju baru dan
lebaran yang lewat dengan sia-sia
handphoneku berdering, mereka
menggigil semakin nyaring, menyanyikan
amsal-amsal kota jauh
tentang selingkuh yang sentimental
serupa ratok, yang didendangkan begitu murung

aku terjaga dari tidurku yang singkat
tapi mereka, yang bermain dalam mimpiku
tak bisa pulang
mereka bergelantungan di pohon nilam, di batang
durian, di cabang rambutan dan seluruh akar tubuhku
dari jauh, mobil-mobil panjang dan besar
menggilas mereka, sampai tak satu pun
bisa mengingatnya. yang lain bergelantungan
lalu menghapus dirinya dari pohon silsilah
aku tak tahu, batas antara tidur dan jaga
diam-diam merasa kalah dan tak hendak
bangun lagi.

lansano, oktober 2007

Wednesday, July 9, 2008

sajak jelek

orang rantai

di kota ini, kau mungkin mengingatnya
sedikit saja
di tempatmu berdiri barangkali
keringat mereka jatuh, mengais tanah dan
rantai panjang yang berat
menyeretnya, seperti melepas nasib buruk
dan hidup yang terasa sia-sia

bisa jadi kau lupa
dan tak perlu mengenangnya
sebab hidup tak pernah mundur
kita cukup mengenangnya sebagai sebuah sejarah
kota dan tanah jajahan

di kota tambang, yang kau tak bisa singgah
kau akan mengingatnya
menyeret tulang dan nasib
menggaris tanah dengan rantai yang berat
dan anak-anak menyorakinya
sebentuk hiburan kampung koloni

“orang rantai, orang rantai…”

kau ingat sepotong-sepotong
padahal barangkali, di tempatmu berdiri
keringatnya jatuh, tubuhnya jatuh
ada doa yang gagal dikirimkan

di kota tua, orang-orang mengingatnya
sebagai sebuah sejarah
yang tercatat dalam panduan pariwisata
dan dari tempatku berdiri, sebagai pengelana
dan orang buangan, lamat kudengar
suara bisikan yang seperti mengejar dan memburu
setiap langkahku

“orang rantai, orang rantai…”


Yogya-Padang, 2007-2008