Setiap kali kau menemukan
Adalah juga kehilangan
Kupikir, apa yang kumiliki selama ini tak akan pernah habis untuk kumiliki. Aku berpikir segala yang aku punya tak akan pernah lagi lepas dariku.
Tiba-tiba aku merasa begitu tolol. Aku merasa sudah memiliki dunia ini dengan kesederhaan hidupku. Tak banyak yang kuambil dari dunia ini sebenarnya, secuil saja, selebihnya, bagian besar itu, kuserahkan pada orang lain untuk dimiliki mereka. Mereka butuh hidup yang lebih dariku. Sebagai balasannya, dunia mengambil banyak dariku. Semua, sampai-sampai aku tak memiliki apa pun lagi. Bahkan untuk sekedar menyaksikan milikku yang tiba-tiba bukan milikku lagi.
Bahkan untuk memiliki diriku sendiri, betapa aku sudah tak mampu.
Mengapa selalu ada yang pergi? Mati, itu barangkali mula-mula, sebentuk takdir manusia. Atau mungki ketika Adam dan Hawa dilemparkan dari surga? Ini warisan kesedihan. Meninggalkan dan ditinggalkan.
Manakah yang lebih sakit, meninggalkan atau ditinggalkan?
Setiap kali aku meninggalkan apa pun yang aku miliki, aku merasa kehilangan. Aku merasa ditinggalkan sekaligus. Tapi, mengapa ada yang pergi dnegan ringan hati, tanpa menoleh lagi ke belakang? Kurasa merekalah ksatria. Melepas segala kenangan dan peristiwa di belakang. Mereka mungkin menyadari, bahwa hidup berjalan ke depan. Tapi aku, oleh keberangkatan-keberangkatan, tak pernah menjadikannya matang. Aku selalu kanak setiap kali ada yang hilang, setiap kali ada yang pergi.
Betapa aku tak pernah didewasakan oleh keberangkatan yang membelitku sepanjang usia. Selalu ada yang pergi, meski ada yang dating, tapi betapa tidak sebanding antara keduanya itu, hingga aku nyaris tak memiliki apa-apa lagi saat ini. juga diriku sendiri.
Bagiku, meninggalkan sama seperti melepas keberangkatan. Sama-sama merasa kehilangan.
No comments:
Post a Comment