Dongeng Sederhana sepasang pecinta
:ma
apalagi yang kau minta dari hidup ini, kekasih? semua serba rahasia, tinggal bagaimana kau mempercayainya. di musim hujan di mana jalanan basah, dan ingatan menampung seluruh masalalu. kesepian akan membalutmu
setiap petang. segala kerisauan itu, serahkanlah padaku. kita akan terus menapaki hidup yang melulu itu, pertengkaran sengit lalu berakhir dengan sedu. rambutmu yang meriapkan lumpur membuat aku takut kehilangan. di keningmu, tempat tanah basah itu aku menyimpan sejuta
rahasia yang kelak akan ditumbuhi tangkai-tangkai sajak. kupetik satu untukmu, penadah hujan yang sengit ini. tetaplah di sini, rekatkanlah tanganmu pada pinggangku agar rasa takut bisa berpindah. ketika dingin, abadikan tubuhmu pada pelukku. dan cinta tak menuntut apa-apa selain banyak kehilangan dan jejak hitam. di penghujung
petang, setiap musim apa pun kita selalu diburu cemas. kita masih saja melangkah, melawan dingin dan rasa haru. tak ada tempat berteduh. apa sesungguhnya rumah jika kita tak dapat menampung segala gaduh. ruang tidur tak cukup mampu memagut risau dan kecemasan. sedang kita, hanyalah dua orang manusia yang belum cukup dewasa yang memahami dunia satu-dua warna saja. dan
tanah yang kita duga tempat ari-ari leluhur pernah ditanam hanyalah praduga kosong saja. kau dilamun kerinduan pada leluhur, pada kesiur angin pantai, bibir maut yang cukup biadab. kau rindukan gunung tempat lumpur hitam bersarang. serupa matamu, negeri ini, tanah yang kita pijak, adalah tempat kematian dirayakan dengan berbagai ragam, atas hidup yang kita pahami begitu sederhana. hentikan tangismu kekasih, agar alam tak terus murung. negeri
leluhur tak lebih indah dari ini. yang berbeda hanya warna nasib saja. dan kita terlalu muda untuk memahami banyak hal. mengingat leluhur hanya menambah dendam saja. kadang aku mengutuk, untuk apa kampung halaman jika mayat pun tak bisa berpulang. sebab kematian mengangkang di mana pun kau berdiri. Di tiap simpang dan tikung jalan. bukankah berkali kuingatkan, tak ada lagi yang bisa kau percaya selain cinta yang kupunya. jika tak ada tempat berpulang aku ingin di sini saja. kauwakafkan
tubuhmu untuk kugarap kapan saja. tapi di sini tempat segala kerisauan bersarang apa yang bisa kutanam selain gamang dan rasa bimbang. hujan ini begitu deras sayang. dan kita masih berjalan, menduga-duga sebalik gunung sebagai negeri yang paling aman. apa lagi yang kau risaukan sayang jika memang hidup melulu kehilangan. kini, rapatkanlah tubuhmu ke bahuku agar kurasa dengus napasmu. selebihnya tak ada yang bisa kita lakukan selain percaya pada langit: kapan hujan akan selesai, kapan awan akan meregang. dan aku hanya bisa menghiburmu dengan
kebingungan yang tak bisa kusembunyikan. sebab dongeng-dongeng telah lama usai. dan kita tetaplah sepasang pecinta yang terlalu percaya pada kelembutan
dan rasa rindu. dunia yang semula begitu nyaman oleh haru dan kedamaian semata menipu untuk kita yang tak mengerti apa-apa. cup, apalagi yang kau risaukan selain cinta ini? sebab hujan bisa saja membinasakannya. cup!
rumahlebah, 2007
:ma
apalagi yang kau minta dari hidup ini, kekasih? semua serba rahasia, tinggal bagaimana kau mempercayainya. di musim hujan di mana jalanan basah, dan ingatan menampung seluruh masalalu. kesepian akan membalutmu
setiap petang. segala kerisauan itu, serahkanlah padaku. kita akan terus menapaki hidup yang melulu itu, pertengkaran sengit lalu berakhir dengan sedu. rambutmu yang meriapkan lumpur membuat aku takut kehilangan. di keningmu, tempat tanah basah itu aku menyimpan sejuta
rahasia yang kelak akan ditumbuhi tangkai-tangkai sajak. kupetik satu untukmu, penadah hujan yang sengit ini. tetaplah di sini, rekatkanlah tanganmu pada pinggangku agar rasa takut bisa berpindah. ketika dingin, abadikan tubuhmu pada pelukku. dan cinta tak menuntut apa-apa selain banyak kehilangan dan jejak hitam. di penghujung
petang, setiap musim apa pun kita selalu diburu cemas. kita masih saja melangkah, melawan dingin dan rasa haru. tak ada tempat berteduh. apa sesungguhnya rumah jika kita tak dapat menampung segala gaduh. ruang tidur tak cukup mampu memagut risau dan kecemasan. sedang kita, hanyalah dua orang manusia yang belum cukup dewasa yang memahami dunia satu-dua warna saja. dan
tanah yang kita duga tempat ari-ari leluhur pernah ditanam hanyalah praduga kosong saja. kau dilamun kerinduan pada leluhur, pada kesiur angin pantai, bibir maut yang cukup biadab. kau rindukan gunung tempat lumpur hitam bersarang. serupa matamu, negeri ini, tanah yang kita pijak, adalah tempat kematian dirayakan dengan berbagai ragam, atas hidup yang kita pahami begitu sederhana. hentikan tangismu kekasih, agar alam tak terus murung. negeri
leluhur tak lebih indah dari ini. yang berbeda hanya warna nasib saja. dan kita terlalu muda untuk memahami banyak hal. mengingat leluhur hanya menambah dendam saja. kadang aku mengutuk, untuk apa kampung halaman jika mayat pun tak bisa berpulang. sebab kematian mengangkang di mana pun kau berdiri. Di tiap simpang dan tikung jalan. bukankah berkali kuingatkan, tak ada lagi yang bisa kau percaya selain cinta yang kupunya. jika tak ada tempat berpulang aku ingin di sini saja. kauwakafkan
tubuhmu untuk kugarap kapan saja. tapi di sini tempat segala kerisauan bersarang apa yang bisa kutanam selain gamang dan rasa bimbang. hujan ini begitu deras sayang. dan kita masih berjalan, menduga-duga sebalik gunung sebagai negeri yang paling aman. apa lagi yang kau risaukan sayang jika memang hidup melulu kehilangan. kini, rapatkanlah tubuhmu ke bahuku agar kurasa dengus napasmu. selebihnya tak ada yang bisa kita lakukan selain percaya pada langit: kapan hujan akan selesai, kapan awan akan meregang. dan aku hanya bisa menghiburmu dengan
kebingungan yang tak bisa kusembunyikan. sebab dongeng-dongeng telah lama usai. dan kita tetaplah sepasang pecinta yang terlalu percaya pada kelembutan
dan rasa rindu. dunia yang semula begitu nyaman oleh haru dan kedamaian semata menipu untuk kita yang tak mengerti apa-apa. cup, apalagi yang kau risaukan selain cinta ini? sebab hujan bisa saja membinasakannya. cup!
rumahlebah, 2007
No comments:
Post a Comment