Friday, June 13, 2008

Sepasang Maut

Sepasang Maut

kami dikejar-kejar bayangan laut yang menyimpan maut

setiap sudut ruang dan kegelapan

menyisakan takut dan rasa kalut

di mana peristirahatan paling nyaman

jika kamar begitu menakutkan?

kami yang suatu pagi dibangunkan gemetar bumi

tak hendak menjadi saksi

karena inci demi inci tubuh kami mulai mati

oleh haru dan rasa nyeri

waktu beringsut

menyeret kami pada putaran yang itu-itu juga

: bau mayat dan barisan panjang pusara

begitu saja kami dijegal. mimpi kami dicekal, dan rencana-rencana

menjadi batal. tak ada yang berniat menggali kubur,

tak ada yang berkehendak mengambil cangkul

kami hanya digayuti rasa lelah dan capek menyaksikan

banyak peristiwa penting dan tak penting lainnya

menumpuk, membukit, tumbuh serupa cerobong

mengalirkan larva dan pijar api

begitu-begitu saja.

sebagian kami memilih lembur

sebagian meminum obat tidur

sepasang pengantin lelap oleh haru biru

subuh begitu bening

penuh dengan rencana dan harapan

pagi semestinya suka cita

yang riang. di mana matahari membuncahkan berkah;

kami bekerja dan anak-anak sekolah

ini pagi lain yang tak kami temukan dalam mimpi sekalipun

bahkan sekadar ingatan pun betapa enggan

ia datang tanpa mengetuk pintu

menggantungkan kematian di tiap dinding

sejak kini, rumah menjelma hantu

kamar serupa maut yang mengintai siapa saja

tempat yang paling aman sekalipun

menyimpan kesumat dan bara dendam

oh, sepasang pagi yang menjelma sepasang maut

mengintai kami dan penjuru kota

kami dikejar-kejar bayangan laut

yang menyimpan maut

setiap sudut ruang dan kegelapan

menyisakan takut dan rasa kalut

Yogyakarta, 30 Mei 2006

1 comment:

catatan salwangga said...

was - was boleh, tapi jangan kebanyakan.

kemana pun angin berhembus, tak pernah beranjak.
ia hanya berputar, untuk kembali ke asal.

manusia hidup hanya untuk mati, dan manusia mati adalah untuk hidup.

bingung? padha, aku ya bingung

salam,
salwangga